Posted in Catatan, Renungan, Resume

Ibu yang Selalu Dirindukan

Pada 15 November 2015, Masjid Al-Falah GDC yang bekerjasama dengan Bina Keluarga Remaja Anggrek 3 mengadakan pengajian dengan pembicara Ustad Bendri Jaisyurrahman dalam tema Bersahabat Dengan Remaja.

Semenjak menghadiri Seminar Parenting yang pernah diadakan sekolah anak saya, dengan pembicaranya Ustad Bendri Jaisyurrahman (ulasannya pernah saya posting di sini), saya menjadi suka dengan ceramah-ceramahnya. Beliau memberikan materi dengan bahasa ringan yang mudah dicerna, namun pas ngena dengan kehidupan kita. Kadang disertai contoh yang penyampaiannya melalui gurauan yang membuat segar suasana pengajian sehingga materi nempel di otak jamaah. Saya tahu nama Bendri Jaisyurrahman, awalnya dari postingan-postingan di akun Facebook yang tulisannya di-share banyak orang. Tulisan-tulisan mengenai ayah atau banyak hal berkaitan dengan parenting. Sebagai konselor remaja, tentu beliau memahami segala permasalahan remaja.

Di era sekarang ini, yang banyak ditemui pada dunia maya dan memang ada di dunia nyata, remaja berani mengeluarkan atau mengucapkan kata-kata kasar kepada ibunya sendiri. Seperti kasus yang ada baru-baru ini, seorang remaja mengumpat-umpat lantaran laptopnya tersiram air oleh ibunya. Na’udzubillahi min dzalik. Hal ini kemungkinan terjadi, jika boleh dirunut ke belakang, karena marahnya ibu dahulu. Lisan yang terucap dari seorang ibu adalah doa. Begitu juga omelan-omelan ibu bisa menjadi doa ketika malaikat mengaminkan dan Allah mengijabahnya. Hati-hatilah ibu dalam berucap. Nah, kalau ibu mengomel dan mengucapkan kata-kata yang tidak baik dalam kemarahannya, bisa menjadi petaka di kemudian hari. Mending marahnya seperti Ibunda Abdurrahman as-Sudais yang mengatakan hal baik, maka seperti sekarang ini Allah mengabulkan perkataan sang ibunda. Konon, kala itu Sudais kecil bermain tanah dan menaburkannya pada sajian makanan yang disiapkan ibunda untuk jamuan makan tamu kehormatan. Tatkala ibunda melihat makanan-makanannya bertaburan tanah dan pasir, beliau marah dan berkata, “Pergi kamu…! Biar kamu jadi imam di Haramain…!” Masya Allah… Kini, Syeikh Abdurrahman as-Sudais menjadi Imam Masjidil Haram.

Hal ini bisa dijadikan teladan bagi para ibu, calon ibu, ataupun orangtua. Hendaklah selalu mendoakan kebaikan untuk anak-anaknya, sekaligus menjadi peringatan juga agar kita menjaga lisan dan tidak mendoakan keburukan, bahkan dalam kondisi marah sekali pun.

Mengapa saat ini ada remaja yang membenci ibunya? Susah berkomunikasi dengan ibunya? Tentunya kita tidak ingin mengalami keadaan tersebut. Kita mau anak sendiri yang mulai beranjak remaja hingga dewasa begitu merindukan ibunya kelak, membutuhkan ibu berada di sisinya dalam keadaan sedih maupun senang.

Kedekatan Ibu dan Anak dapat diraih dengan berbagai proses, yakni:

1. Penuhi hak anak menyusu 0-2 tahun hingga terbentuk emotional bonding (ikatan perasaan).

Bagi ibu bekerja tidak cukup dengan hanya memberi Asi perah menggunakan botol susu, tetap harus ada proses menyusui. Bahkan ibu yang tidak bisa menyusui langsung, karena asinya tidak keluar, anak tetap harus mendapat haknya dengan bermain-main (maaf) puting ibunya sebagaimana ketika sedang menyusui.

Ketika anak menangis, segera mendatanginya dan tidak menunda-nunda memenuhi kebutuhannya dengan dalih sedang sibuk mengerjakan pekerjaan lain. Ngga bisa kita mengatakan begini, “Sabar, Nak, sabar…,” pada anak yang sedang menangis karena haus atau lapar. “Innallaaha ma’ash shobiriin… (sesungguhnya Allah bersama orang-orang yang sabar, QS Al-Baqarah [2]: 153).” *geerrrr… hahaha…* Langsung gelak tawa ibu-ibu lepas penuhi ruangan masjid begitu mendengar Ustad memberi contoh.

Respons lambat dari orangtua (ibu), bisa jadi yang membuat si anak ketika remaja tidak peka terhadap perasaan ibunya. Anak yang sudah ada emotional bonding akan lebih sensitif dengan suasana hati ibunya. Sang ibu yang diam saja sejak tadi, si anak akan segera merasa bahwa ada yang mengganggu hati ibunya dan langsung bertanya, “Ibu kenapa? Lagi sedih ya?” Bukan malah komentar dengan cueknya seperti ini, “Nah Ibu bagus tuh begitu, diam aja. Cool ….” Sekali lagi Ustad membuat tawa ibu-ibu.

2. Peluk dan dekaplah anak sesering mungkin sehingga membuat ibu yang selalu dirindukan. Anak yang jarang dipeluk, jarang mendapat dekapan ibunya akan menjadikan anak yang tidak mudah berempati terhadap sekitar.

3. Jadilah sahabat bagi anak, khususnya pada masa remaja (ABG), sehingga bisa menjadi teman curhatnya.

Biasakan saling berbagi cerita. Ibu terbiasa bercerita kepada anak tentang apa saja, tentang apa yang ibu alami hari ini, sehingga anak akan mau bercerita juga kepada ibu. Usahakan tidak seperti sedang menginterogasi. Jangan selalu kasih pertanyaan, tapi berikan pernyataan. Contoh, bukan dengan pertanyaan seperti ini, “Mengapa kamu menangis? Ada apa?” Akan tetapi, baiknya dengan pernyataan seperti ini, “Kalau sedang sedih, memang lebih lega dengan menangis kan, ya…” Lanjutkan dengan cerita diri kita dahulu yang berkaitan dengan kejadian yang sama, kelamaan si anak akan terpancing dan mau mulai menceritakan apa yang sedang dirasakannya.

Pun tidak melulu langsung kasih dalil Al-Qur’an, tiap kali anak bercerita. Memberikan dalil tidak salah, tetapi tidak pas dengan situasi dan kondisinya. Ustad kembali memberi contoh yang membuat ibu-ibu tertawa. Ketika melihat suami orang, si ibu langsung mengucap zikir, “Alhamdulillah … Alhamdulillah … Alhamdulillah …” Tetapi begitu melihat suami sendiri, si ibu berzikir, “Astaghfirullah … Astaghfirullah … Astaghfirullah …” Si suami bertanya heran, “Ibu lagi ngapain, sih?” Dan jawab ibu, “Lagi zikir, Pak.” Memang tidak ada yang salah dengan zikirnya, hanya tidak sesuai dengan situasi dan kondisinya. Begitu mah sama saja mengajak perang dengan suami 😀

Begitu pula misal, ketika anak perempuan yang bercerita ada teman lelaki yang mendekatinya, maka kita jangan langsung bilang soal dalil “Tidak boleh pacaran”, bla… bla… bla… Hal itu akan membuat si anak urung meneruskan ceritanya. Tetap diberi pengertian dengan perlahan mengenai hubungan perempuan dengan lelaki dalam hukum Islam.

4. Prioritaskan anak mendapat sabar dan senyum ibunya.

Kadang kita bisa sabar dan senyum kepada orang, tetangga, klien, bos, atau siapa pun,walau hati sedang kesal, tetapi sama anak selalu marah-marah. Hal tersebut salah prioritas. Anak merupakan dakwah kita yang utama dibandingkan dakwah ke yang lain.

Kemudian Ustad menceritakan kisah haru yang dialaminya sendiri. Ustad Bendri banyak berceramah di mana-mana dengan jamaah yang tidak sedikit dan juga mempunyai banyak binaan. Semua diperlakukannya dengan sabar dan senyum. Akan tetapi, ketika mendidik adiknya sendiri dengan galak dan tegas demi menjaga baik nama Ustad Bendri. Suatu saat, si adik membuat marah besar beliau dan hampir saja tangannya melayangkan tamparan yang membuat adiknya gemetar ketakutan dan berkata, “Kenapa kalau sama jamaah, binaan, Abang bisa baik, senyum? Kenapa sama aku, Abang selalu marah-marah? Jangan salahkan aku kalau nanti aku membenci Abang. Membenci Islam.” Mendengar itu, Ustad langsung sadar dan merenung. Memang benar selama ini beliau telah salah prioritas, seharusnya terhadap adik, anak, dan keluarga lebih mengutamakan sikap sabar dan senyum ketimbang kepada yang lainnya.

5. Berikan anak emosi positif ibunya.

Buang sampah-sampah emosi negatif ibu, janganlah menjadi ibu yang mudah stres. Kelola waktu Ibu dengan 4 manajemen agar memperoleh emosi positif:

  • Me Time. Waktu untuk diri sendiri di sini bukan hanya dengan pergi ke pusat perbelanjaan yang menghabiskan uang atau ke salon memanjakan diri, tetapi menyendiri dalam kamar melakukan shalat Tahajjud, bermunajat kepada Allah dengan menangis sepuasnya dalam heningnya malam tanpa gangguan anak dan kerjaan rumah tangga. Meluangkan waktu sendiri untuk membaca berlembar-lembar Al-Quran tanpa rengekan dan tangisan anak.
  • Couple Time. Waktu berduaan dengan suami tidak hanya untuk berhubungan intim, tapi untuk mencurahkan isi hati dan unek-unek, yang bisa saling menguatkan dan saling memahami keinginan masing-masing.
  • Family Time. Menyediakan waktu untuk seluruh anggota keluarga untuk liburan, merelaksasi dan menyegarkan pikiran. Memang benar adanya ungkapan kekinian “seseorang butuh piknik” supaya mendapat kembali emosi-emosi positifnya.
  • Social Time. Waktu untuk bersosialisasi dengan masyarakat sekitar dengan ikut pengajian, arisan agar bisa bergaul, tidak hanya berdiam diri dalam rumah berkutat dengan urusan rumah tangga.

Tidak dimungkiri, ibu adalah tempatnya stres. Kabarnya, untuk mengurangi stres, wanita harus mengeluarkan 10.000 kata per hari. Jika seorang wanita ditanya dengan satu kata dan menjawabnya dengan 1000 kata, maka bisa dipastikan wanita tersebut berjiwa sehat. Begitu kata Ustad Bendri berkelakar… 😀 Tentunya tidak mudah berbicara 10.000 kata setiap hari. Untuk itu, ibu harus bisa menulis agar tersalurkan segala kegundahan hatinya. Kalau waktu jadul, ada diary yang bisa kita tulis. Nah, masa sekarang, kita bisa punya blog sebagai sarana menumpahkan 10.000 kata tersebut, maka wajarlah kalau ibu minta dibelikan kepada suaminya smartphone galaxy note versi terbaru… 😉

Mengingat remaja sekarang ini lebih suka berada di luar rumah dan jauh dari ibunya, diperlukan keterampilan untuk menjadi Ibu yang selalu dirindukan, bikin anak nempel terus dan selalu merasa membutuhkan, yaitu:

  1. Memasak. Beruntunglah ibu yang pintar memasak. Masakan ibu akan selalu dikangeni dan dinanti-nanti oleh anak kapan pun dan di mana pun berada. Sebab itu, para ibu dan calon ibu mulailah belajar memasak dari sekarang.
  2. Memijat. Pijatan dan sentuhan ibu akan menguatkan ikatan perasaan antara ibu dan anak. Jangan cuma suami aja yang dipijat ya, tapi anak juga. J Memijat pada daerah privasi sekitar punggung, perut, dan tangan akan terjalin keterbukaan komunikasi.
  3. Mendengar. Untuk berbicara, ibu tidak perlu diajari lagi. Akan tetapi, ibu perlu juga banyak mendengar. Mendengar cerita anak, keluh kesahnya dengan penuh hikmat. Belajarlah mendengar dengan teknik cecak. Saat anak bercerita, kita bisa meresponsnya dengan mengucap, “Ehm Masya Allah ck… ck… ck…” sambil geleng-geleng kepala. “Oh begitu ya ck… ck… ck…” atau “Wah hebat ck… ck… ck…” dan seterusnya.

***

Demikianlah resume materi kajian yang bisa saya salinkan dalam tulisan. Kurang lebihnya atau jika ada kesalahan dalam menyimak, mohon dimaafkan…

Referensi cerita Abdurrahman as-Sudais:

Author:

Ibu dari tiga anak yang menerima order layout/setting buku. Sebagian hasil karyanya bisa dilihat pada FP www.facebook.com/pages/Alfaz-Creation/265018896864395. Juga jualan buku di http://www.facebook.com/gbb.aliafazrillah, silakan mampir...

6 thoughts on “Ibu yang Selalu Dirindukan

  1. hahahaha suka banget bagian minta dibeliin suami samsung galaxy note terbaru
    huhuhu moga2 saya bisa jd ibu yg baik buat dua bayi saya aamiin 🙂

    Like

Comments are closed.